Selasa, 13 November 2012

LABIOSCHISIS

   A. DEFINISI
Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit (Fitri Purwanto, 2001).
Labio palatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut palato shcizis (sumbing palatum) labio shcizis (sumbing  pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio (Hidayat, 2005).
Labio palatoschizis adalah merupakan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah  ( Suryadi SKP, 2001).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa labio palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio.








Gambar bayi dengan labioschisis

Klasifikasi :
Ø  Celah bibir (Labichisis)
1.      Celah bibir satu sisi
a)      Celah bibir satu sisi tidak lengkap
Terjadi pada satu sisi dan terlihat sebagai suatu celah kecil pada bibir
b)      Celah bibir satu sisi lengkap
2.      Celah bibir dua sisi
a)      Celah bibir dua sisi tidak lengkap
Hanya terkena bibir saja
b)      Celah bibir dua sisi lengkap
Ø  Celah langit-langit (palatochisis)
a)      Celah langit-langit tidak lengkap
Bagian langit-langit lunak
b)      Celah langit-langit lengkap
Terjadi di daerah palatum sampai dengan foramen insicivus
Ø  Celah bibir dan celah langit-langit (Labio-palatoschisis)
a.       Unilateral : cacat celah bibir dan celah langit-langit yang hanya di satu sisi kiri atau kanan pasien saja.










b.      Bilateral : cacat celah bibir dan langit-langit yang ada di dua sisi kiri dan kanan pasien.










c.       Campuran : Labiogenatoschisis, terjadi di daerah bibir, langit-langit dan hidung terbelah.


B.     ETIOLOGI
Faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
1.      Herediter
Patten mengatakan bahwa pola penurunan herediter adalah sebagai berikut :
a. Mutasi gen
b. Kelainan Kromosom
2.         Faktor lingkungan
a.     Faktor usia ibu
b.    Obat-obatan
c.     Nutrisi
d.    Daya pembentukan embrio menurun
e.     Penyakit infeksi
f.     Radiasi
g.    Stress Emosional
h.    Trauma
C.    PATOFISIOLOGI
Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin B6.
Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan labioschisis adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan
Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
1.      Herediter
Brophy (1971) beberapa kasus anggota keluarga yang mempunyai kelainan wajah dan palatal yang terdapat pada beberapa generasi. Kelainan ini tidak selalu serupa, tetapi bervariasi antara celah bibir Unilateral dan Bilateral.
Pada beberapa contoh, tampaknya mengikuti Hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak beraturan.
Schroder mengatakan bahwa 75% dari factor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25% bersifat dominan.

Patten mengatakan bahwa pola penurunan herediter adalah sebagai berikut :
a)    Mutasi gen
-       Ditemukan sejumlah sindroma/gejala menurut hukum Mendel secara       otosomal,dominant,resesif dan X-Linked.
-       Pada otosomal dominan, orang tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama.
-       Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal.
-       X-Linked adalah wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini
b)     Kelainan Kromosom
Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13(patau), Trisomi 15, Trisomi 18(edwars) dan Trisomi 21.

2.      Faktor lingkungan
a)      Faktor usia ibu
Ø  Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan menurun.
Ø  Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi.
Ø  Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya.
Ø  Jika seorang wanita umur  35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun.
Ø  Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu.
b)      Obat-obatan
Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat.
Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir.
Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi [rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin,diazepam,kortikosteroid.
Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit.Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat ini pada binatang.
c)      Nutrisi
Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi.
d)     Daya pembentukan embrio menurun
Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai anak banyak.
e)      Penyakit infeksi
Penyakit sifilis dan virus rubella dapat menyebabkan terjadinya cleft lips dan cleft palate
f)       Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor herediter.
g)   Stress Emosional
a.       Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih
b.      Pada binatang percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison    yang meningkat pada keadaan hamil menyebabkan cleft lips dan cleft palate
h)   Trauma
Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan gizi dan infeksi.
Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima.
Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (congenital). Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan.
Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan penderita, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam hal pemberian mak an, tetapi juga efek psikologis karena mempunyai anak yang “tidak sempurna”.
Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :
a.          Teori Fusi
Disebut juga teori kalsik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa kehamilan, processus maxillaries berkembang kearah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu.
Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi.
b.         Teori Penyusupan Mesodermal
Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk.
c.          Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial
Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrlukan jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.
d.         Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal
Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah.

A.    DAMPAK YANG DITIMBULKAN
v  Adanya celah pada bibir dan langit
v  Gangguan mengisap atau makan
v  OMP/ISPA yang dapat mengakibatkan tuli.Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkantelinga tengah dengan kerangka
v  Suara sengau : Hypernasal resonance karena gangguan fonasi bicara
v  Pertumbuhan gigi terganggu
v  Psikologis orangtua dan anak
~ Orangtua merasa berdosa
~ Anak merasa kurang percaya diri
v  Gangguan nutrisi/gizi Sering disertai infeksi pada mulut
v  Gangguan berbicara disebabkan karena otot-otot yang digunakan berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah
v  Wajah yang tidak normal :
-       Lubang hidung asimetris
-       Gigi tumbuh abnormal dan tidak teratur
-       Pertumbuhan tulang muka asimetris

B.     PENATALAKSANAAN
Bibir sumbing dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Ada 3 tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi.

a. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi :
- berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg
- Hb lebih dari 10 gr %
- Usia lebih dari 10 minggu
Jika bayi belum syarat tersebut sebaiknya pemberian minum harus dengan dot khusus yaitu lubang tidak terlalu besar yang membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup. Atau dilakukan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak. Celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga gusi tidak menonjol kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium. Jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan kurang sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

b. Tahapan Operasi
- Usia optimal adalah usia 3 bulan, mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna
- Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 - 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah
- Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8-9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi

c. Tahap setelah operasi
Penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.

Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.


C.    MASALAH  KEPERAWATAN
1.      Masalah keperawatan Perubahan nutrisi kurang dari tubuh
  Monitor nutrisi
a.       BB dalam batas normal
b.      Monitor adanya penurunan berat badan
c.       Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
d.      Monitor lingkungan saat makan
e.       Monitor turgor kulit
f.       Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
2.      Masalah keperawatan Resiko infeksi
  Infeksi kontrol
a.    Cuci tangan setiap sebelum dan setelah tindakan
b.    Berikan terapi anti biotik jika perlu
c.    Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
3.      Masalah keperawatan Nyeri akut
  Manajemen nyeri
a.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor krepitasi.
b.    Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
c.    Gunakan teknik komunikasi terapetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
d.   Ajarkan tehnik non farmakologi
e.    Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar